Cerita dari Dili (2-habis) Jacob Ximenes: Membangun Timor Leste Tercinta, Bangkit dari Hantaman Pandemi
DILI – Sesungguhnya setelah Timor Leste merdeka, cita-citaku hanya satu: ‘Membangun Negara Timor Leste Tercinta’. Itu saja. Bersama 14 orang teman-temanseperjuangan ex Harian Suara Timor Timur atau STT bersepakat bulat untuk membangun negara Timor Leste melalui bidang komunikasi publik.
Tepatnya koran. Dengan modal tekad dan nekad kami mendirikan sebuah koran baru bernama Timor Post. Inilah media pertama setelah Timor Leste merdeka. Saya dipercayakan menangani bidang bisnis.
Sebagai satu-satunya koran, Timor Post berkembang pesat.Pembacanya dari berbagai kalangan. Mulai dari rakyat jelata, Pemerintah, Parlemen, hamba hukum, Militer, Police, Lembaga Agama, Pengusaha(besar, menengah dan kecil),Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),dll.
Koran kami di tunggu masyarakat di seluruh distrik.
Melalui Timor Post kami mendidik rakyat Timor Leste dengan kata-kata. Berjuang untuk kebenaran sejati.
Menjadi lembaga kontrol. Mengawal jalannya pemerintahan, mendorong demokrasi, ekonomi, bisnis, serta memberi perhatian yang besar pada bidang pendidikan. Bagi kami anak-anak adalah masa depan suatu bangsa. Mereka wajib sekolah untuk kejayaan bangsa dan negara Timor Leste di masa yang akan datang.
Selama tujuh tahun saya terlibat secara langsung di Timor Post. Ikut meletakan fondasiyang kokoh bagi manajemen koran Timor Post.
Melakukan pengkaderan terhadap adik-adik yang baru masuk.Mereka adalah crew generasi baruTimor Post yang bukan hanya cerdas dalam menulis berita atau menawarkan ide-ide lewat opini atau feature. Tapi juga piawai dalam mengelolah bisnis koran. Sehingga ketika saya pamit dari Timor Post semuanya berlangsung secara natural dan tidak menimbulkan goncangan.
Berbekal pengalaman dan disiplin kerja di Timor Post saya mulai memasuki dunia bisnis yang sejak lama saya impikan. Yaitu menjadi seorang pengusaha. Seorang enterpreneur. Seorang kontraktor proyek-proyek pemerintah.
Saya membangun jalan raya, jembatan, bangunan kantor, sekolahdan lain-lain. Ekonomi keluarga kami membaik, anak-anak tekun menuntut ilmu.
Namun bulan madu sebagai kontraktor mulai terasa hambar ketika memasuki tahun 2017. Konflik politik, konflik kepentingan bikin kondisi ekonomi negara berada di jurang kehancuran.
Proyek-proyek pembangunan mandeg. Sebagai kontraktor saya mulai merasakan tahun-tahun yang pahit. Teman-teman kontraktor lainnya juga merasakan hal yang sama.
Nasib masyarakat pun lebih memprihatinkan. Daya beli masyarakatturun drastis. Permintaan dan penawaran tidak seimbang. Banyak bisnis yang sekarat. Hidup enggan, mati tak mau.Dan serangan corona atau covid-19 membuat semuanya diambang kehancuran. Ibarat pepatah,maju kena, mundur kena. Akhirnya tiaraaap.
Hantaman Covid-19
Hantaman virus covid-19 yang ganas membuat banyak negara melakukan lockdown. Menutup negaranya. Bahkan menutup kotanya. Menutup semuanya.
Kantor, sekolah, tempat ibadah, pasar tradisional dan modern ditutup. Angkutan darat, laut dan udara dihentikan. Kantor pemerintah, swasta, sekolah-sekolah, dll diliburkan.Timor Leste juga melakukan hal yang sama. Semua orang hanya di rumah saja.
Lockdown atau apapun namanya membuat ekonomi semua negara bergerak ke arah pertumbuhan minus. Lalu bagaimana dengan Timor Leste? Benar-benar goncang.
Kondisi inilah membuat saya sering merenung sendirian di bibir pantai Dili. Sebab sebagaikepala rumah tangga, suami dan ayah dari lima anak, saya wajib memutar otak.
Harus menemukan cara untuk membawa ‘perahu keluarga kami’ agar tetap berlayar sesuai kompas arah. Bila saya hanya diam dan mengeluh atau terus menyalahkan pemerintah, maka hancurlah ekonomi keluarga saya. Oleh karena itu, saya harus menciptakan jalan keluar untuk mengatasi krisis ekonomi yang luar biasa ini.
Pulang dari merenung di bibir pantai saya mengajak istri dan anak-anak untuk mendiskusikan langkah yang harus kami ambil. Saya tidak boleh menyerah pada keadaan.
Bagi saya inilah saatnya untuk berdiri diatas kaki sendiri. Memulai sebuah usaha baru secara mandiri.Istri dan anak-anaku terdiam. Raut wajah mereka serius. Namun mereka membiarkan saya bicara sampai selesai. Lalu hening dan bisu.
“Pai,” kata istriku sambil tersenyum. “Apakah Pai sudah berpengalaman di bidang yang akan kita jalani?,” suaranya pelan, namun menyentuh akar permasalahan. Aku tersenyum padanya.
“Yaaa…Pai sudah punya pengalaman di bisnis ini,” jawabku sambil tersenyum padanya. Lalu kembali diam dan bisu. Setelah agak lama, baru anak sulungku bicara.
“Pai…siapa saja yang nanti kerja?,” tanya Ricard, anakku yang paling besar. Aku ketawa mendengar pertanyaannya. Aku tidak ingin ada perasaan tegang yang melanda istri dan anak-anaku.
“Ini khan perusahaan keluarga. Jadi yang kerja adalah kita semua. Bapa, mama dan semua kalian anak-anakku. Kita semua bos, tetapi kita juga adalah anak buah. Dalam kondisi susah seperti ini semua anggota keluarga harus bekerja sama dan bekerja bersama-sama. Pai dan Maing akan melatih kalian tentang tanggung jawab, disiplin dan profesional kerja. Bagaimana?,” ucapku sambil tertawa. Semuanya ikut tertawa.
Selanjutnya kami membahas rencana kerja. Dilanjutkan dengan survai.Saya dan istrimulai menemui orang-orang yang akan bekerja sama dengan kami.
Sedangkan Ricard dan Ricky, dua anak tertua mempersiapkan segala sesuatu, termasuk mengiklankan produk yang akan kami pasarkan kepada konsumen Dili melalui media sosial.
Lalu bagaimana dengan modal? Saya menggunakan modal sendiri dari simpanan yang masih tersisa.Jujur saja, fondasi dari usaha ini adalah doa.
Bagi kami doa adalah segalanya.Ilmu pengetahuan dan teknologi yang kami gunakan memang sangat penting. Namundoa membuat semuanya menjadi cerah dan bergairah. Saya yakin Tuhan Yesus menuntun dan memberkati bisnis kami ini. Itu saja kuncinya.
Jual Ikan Fresku
Akhirnya kami memilih usahamenjual ikan fresku. Ikan segar. Usaha kami berada di bawah bendera perusahaan Vaonda Unipessoal, LDA. Pilihan usaha ini dasar pertimbangannya karena saya sudah berpengalaman menjual ikan sejak kecil. Karena dalam kondisi ekonomi negara yang tidak menentu seperti sekarang ini, kita tidak boleh melakukan bisnis pada bidang-bidang yang tidak kita pahami. Apa lagi modalnya terbatas.Itu namanya berjudi.
Pada titik inilah saya bersyukur telah dilahirkan sebagai anak nelayan dari pulau Atauro. Yang sudah biasa berenang, menyelam dan menangkap ikan, lobster, kepiting, gurita, siput, dll.
Ikan yang kami jual ke konsumen bukanlah ikan seperti yang ada di pasar-pasar tradisional. Konsep kami menjual kualitas, mengerjakannya secara profesional, melayani konsumen dengan lebih sungguh. Ikan freskuyang kami tawarkan tak ada bau amisnya. Bersih, segar, selalu baru dan dikemas dalam standar kesehatan. Konsumen bisa langsung menggoreng, membakar, atau menjadikan aneka hidangan, termasuk membuat kuah asam.
Sehingga ketika kami mempromosikan melalui media sosial, toko ikan kami yang beralamat di Fomento II, samping sekolah Esternato, Comoro, Dili, langsung diserbu pembeli. Dalam sekejab ikan freskukami ludes. Selanjutnya permintaanselalu meningkat. Stok ikan mesti kami tingkatkan dari hari ke hari. Mula-mula yang melayani stok ikan hanya nelayan Atauro. Namun kini kami harus menggandengan nelayan dari Betano, juga Alor, Lirang, Kupang, Atambua dan Sulawesi di Indonesia.
Yang bertugas mengseleksi ikan-ikan segar adalah Maria Dolores istriku tercinta. Dia naik turun kapal ikan untuk mendapatkan ikan yang benar-benar fresh. Ikan-ikan yang lolos seleksi kemudian dibersihkan, disimpan di lemari pendingin.
Sedang dua anakku Ricard dan Ricky melayani konsumen yang minta diantar ke rumah. Biasanya konsumen mengontak kami melalui WA atau telepon.
Rata-rata permintaan konsumen Dili diatas 1.000 kilogram perhari. Namun pada tanggal-tanggal tertentu kadang turun antara 500-700 kilogram per hari.
Kalau akhir bulan biasanya turun antara 200-500 kilogram perhari.Namun saat-saat menjelang Natal, Tahun Baru atau Paskah permintaan meningkat berkali-kali lipat. Kami sampai kewalahan melayani.
Soal bisnis makanan saya percaya pada filosofinya. Selama manusia masih makan tiga kali sehari, maka bisnis makanan pastilah hebat.Kendati situasi ekonomi negara sedang kacau, atau hantaman Covid-19 yang kita tidak tahu kapan akan berakhir, namun semua manusia pastilah tetap butuh makanantiga kali sehari.
Di ujung tulisan ini saya teringat Atauro, kampung halamanku tercinta. Mudah-mudahansaat Natal 2021 atau tahun baru 2022 saya dan keluarga bisa bertandang kesana.
Menikmati pantai pasir putih Akrema yang indah itu. Lalu berenang di air dangkal bersama istriku tercinta Maria Dolores Lisboa Ximenes serta kelima anakku terkasih.
Akhirnya terima kasih yang tak terhinggauntuk semua warga Dili yang telah berbelanja di toko ikan kami. Dengan menjadi konsumen telah mendorong usaha kami berkembang dari waktu ke waktu. Sekali lagi terima kasih. Tuhan Yesus memberkati kita semua…amiiin. (Jacob Ximenes/yoss Gerard Lema)