Untuk Mengatasi Masalah Air Irigasi di NTT, Pemerintah Indonesia Manfaatkan Air Tanah
TIMOROMAN.COM, KUPANG – Kementerian Pertanian (Kementan) diminta untuk menyiapkan teknologi pertanian yang bisa mengatasi kekurangan air akibat iklim panas di NTT. Demikian disampaikan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya ketika membuka kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Kementan di Kupang, Selasa (2/8/16).
Lebu Raya menjelaskan, selama ini NTT dikenal sebagai daerah kering dan tandus. Walau demikian, tidak ada satu pun yang mati kelaparan karena kondisi iklim seperti ini. Namun potensi air yang minim di NTT menjadi persoalan tersendiri di bidang pertanian. Karena itu, perlu dibuat terobosan dengan menyiapkan teknologi pertanian untuk menghasilkan benih yang cocok sesuai dengan karakteristik iklim NTT.
“Sehingga dengan air yang terbatas untuk menyirami tanaman pangan, bisa menghasilkan total produksi yang maksimal,” kata Lebu Raya.
Lebu Raya mengatakan, permasalahan yang dihadapi NTT saat ini, antara lain:
- Semakin sempitnya luas wilayah seiring dengan lajunya pertumbuhan penduduk yang sudah mencapai angka 5 juta lebih jiwa.
- Keterbatasan sumber air baku untuk kepentingan irigasi.
- Banyaknya jumlah penyuluh dari berbagai unsur di desa yang belum bersinergi satu dengan lainnya. Padahal sasaran kerja para penyuluh adalah pada masyarakat yang sama.
Karena poin 2 itulah, kata Lebu Raya, pemerintah pusat telah menargetkan untuk membangun 7 waduk di NTT. Diharapkan pada tahun 2019 mendatang, ketujuh waduk itu sudah selesai dibangun.
Selain itu, perlu juga dibangun embung- embung untuk menampung air di musim penghujan. Ini juga sebagai bentuk dari kegiatan panen air sebagaimana tema yang diangkat dalam kegiatan FGD kali ini, yakni “Cari Air dan Panen Air, Distribusi serta Pemanfaatannya untuk Irigasi Pertanian dalam Rangka Mendukung Upaya Khusus (Upsus) Swasembada Pangan di Provinsi NTT.”
“Kita dorong agar desa melalui dana alokasi desa (ADD) bisa membangun embung berskala kecil. Dana yang ada tidak boleh difokuskan hanya pada pembangunan infrastruktur jalan yang bisa saja tidak dilalui kendaraan,” pinta Lebu Raya.
Sementara itu, Ketua Panitia Penyelenggara FGD yang juga Staf Ahli Bidang Infrastruktur Pertanian Kementerian Pertanian, Ani Andayani, mengatakan, faktor terpenting dari keberhasilan program upsus swasembada pangan adalah ketersediaan air untuk pertanian.
Dimana, keberadaan air tersebut tidak mungkin disubstitusi oleh input apapun. Air menjadi faktor kunci suksesnya upsus di NTT dalam kaitannya dengan luas tambah tanam sebagai target pencapaian swasembada pangan.
Andayani mengakui, kendala yang dihadapi NTT adalah tidak mendapatkan peluang bulan basah pada Juli sampai September. Dan, untuk mengatasi masalah ini, perlu dicari sumber air alternatif yang dapat mengganti kekurangan sumber air permukaan, terutama pada pertanian lahan kering.
Kata Andayani, FGD VI yang dihadiri para Dandim dan Kadis Pertanian se NTT serta instansi terkait ini dimaksudkan sebagai referensi tim Infrastruktur pertanian untuk membangun pemahaman teknis dan penyusunan strategi persiapan serta perencanaan yang matang dalam pemanfaatan sumber daya air tanah. Hal ini dilakukan secara efektif dan efisien dalam rangka menyukseskan pelaksanaan upsus swasembada pangan di Provinsi NTT. sergapntt.com