MASIH ADAKAH YANG BERANI BERKATA JUJUR
Nama saya Setiyo Wahyudi, saya adalah anak ke 6 dari Alm. Bpk Sunarto. Cerita ini berawal pada tahun 1973 bulan Mei, Bapak saya membeli sebidang tanah di daerah Putat Gede Jalan Mayjen Sungkono yang lebih di kenal jalan TVRI waktu itu. Saya masih ingat pada waktu saya masih kecil sering di ajak Bapak mengunjungi tanah tersebut lewat Jalan TVRI yang waktu itu masih berupa tatanan batu berwarna putih (sambil menunggu bapak berbincang dengan orang sekitar saya bermain di pinggir jalan sambil menghitung batu-batu putih yang berjajar rapi), apalagi kalo musim mangga (tanah bapak ditanami banyak pohon mangga), saya sering diajak Bapak mengambil buah mangga. Luas tanah yang Bapak miliki adalah Xm² yang di beli dari ahli waris Marsih bin Marli, kemudian tanah sebanyak Xm² milik Bapak terkena pelebaran jalan. Penjelasan tentang jumlah dalam bentuk angka, bisa dibaca di kronologi yang dibuat Bapak lebih detail. petok D dan surat pernyataan dari kelurahan yang menunjukkan kepemilikan tidak menjamin kepemilikan tanah yang sah kata petugas(kata2 yang masih saya ingat waktu diajak bapak menemui pejabat terkait…. Aneh….???!!, ya di negeri ini dengan tumpukan uang yang banyak apa saja bisa di beli) karena letak yang strategis dan menjadi pusat bisnis, menjadi incaran banyak mafia tanah.
Setelah Jalan Mayjen Sungkono diperlebar dan diaspal dan ada juga proyek dari PT Darmo Grande yang “memakan” sebagian tanah bapak, yang proses ganti ruginya berjalan lama (Bapak sempat memagari tanahnya sebelum mendapat ganti rugi) dan meminta pemerintah utk menegur PT. DG agar segera menyelesaikan masalah tsb.
Antara th 80-90 adalah tahun tersibuk Bapak, karena adanya “pencaplokan” tanah Bapak dan diakui milik orang lain dan juga pengurusan yang Bapak lakukan sendiri maupun lewat jasa pengacara.
Yang saya heran disini adalah Bapak memiliki tanah dengan bukti petok D dan surat pernyataan dari Kepala Desa. Bapak juga tidak menjual kepada siapapun tapi “kok” bisa muncul surat kepemilikan atas nama orang lain yang didalamnya terdapat tanah Bapak.
Seringkali saya melihat Bapak membuat surat memakai mesin ketik yang dipinjam dari pengurus RW yang ditujukan untuk instansi pemerintah dalam hal memperjuangkan kepemilikan tanah Bapak tersebut sampai larut malam, dan dipagi harinya pergi ke instansi pemerintah yang terkait dalam masalah tersebut, tapi sepertinya “mereka” tutup mata dan tutup telinga hingga Bapak menemui jalan buntu. Dimana motto mereka yang katanya melayani dan mengayomi seluruh lapisan masyarakat……..????!!!
Sama halnya dengan Bapak memakai jasa pengacara, kalau saya hitung-hitung sudah 9 orang pengacara yang berbeda dalam pengurusan masalah tersebut. Awalnya mereka semua bersuara sangat lantang bak singa gurun dalam menyuarakan dalam mencari keadilan, seiring berjalannya waktu mereka semua berubah bak singa circus yang lembek, dan jinak…kenapa….??, saya bisa bercerita seperti ini karena saya sendiri yang mengantar berkas-berkas dan surat-surat tanah Bapak kepada pengacara yang ditunjuk Bapak. Saya menemukan hanya satu orang pengacara yang berkata jujur, dia berkata kepada Bapak ini masalah berat dan dia tidak sanggup mengurusnya.
Sebelum meninggal dunia, Bapak pernah berkata kepada saya “becik ketitik ala ketara wong salah pasti seleh”…ini tanah kita pasti kembali ke kita.
Pengacara bapak “LT” adalah pengacara yang ke 10 dalam hal pengurusan sengketa tanah ini saya berharap tetaplah menjadi singa gurun yang tetap mengaum lantang dalam mencari keadilan dan jangankan potong jari, saya berani bertaruh potong leher bahwa tanah tersebut adalah tanah Bapak saya! (Sunarto).
Saya berharap ada yang berani berkata jujur disini dan jangan takut terhadap 1 orang, kita adalah orang beragama takutlah terhadap Tuhan/Allahmu karena apa yang kamu lakukan di bumi akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.
- Mafia Tanah Mafia Peradilan
- Tidak Ada Papan Informasi Proyek Peningkatan Jl Pawindo-Jatikalang, Disinyalir Pekerjaannya Tak Sesuai Spektek PU