Jose Ramos Horta: Generasi kami harus mundur dari politik sesudah pemilu ini
SURABAYAONLINE.CO-Sabtu (12/5) ini rakyat Timor Leste kembali memenuhi tempat-tempat pemungutan suara, kurang dari setahun setelah Pemilu 2017. Mantan pejuang kemerdekaan dan pemenang Nobel Perdamaian Jose Ramos Horta kepada Ging Ginanjar dari BBC Indonesia mengatakan, pemilu dini ini menunjukkan kedewasaan politik Timor Leste.
Horta yang pernah menduduki seluruh jabatan terpenting negeri itu sekarang menjabat Menteri Negara dan Penasehat Urusan Keamanan Nasional – hingga pemilu hari ini.
Ini merupakan pemilihan umum kedua di Timor Leste setelah 22 Juli 2017 lalu. Saat itu koalisi Fretilin-Partai Demokrat yang dipimpin Marie Alkatiri, di luar dugaan menang dengan keunggulan satu kursi dari koalisi pimpinan CNRT dengan tokoh kharismatik yang menjabat PM waktu itu, Xanana Gusmao.
Pemimpin Fretilin, seorang keturunan Arab, Marie Alkatiri, ditetapkan sebagai Perdana Menteri. Namun program dan anggaran mereka ditolak oleh para politikus oposisi yang dipimpin CNRT.
Setelah berbagai perundingan politik gagal, pada 26 Januari lalu Presiden Francisco Gueterres yang dikenal dengan julukan Lú-Olo membubarkan parlemen branggotakan 65 orang itu dan mengumumkan pemilu dini yang dilaksanakan Sabtu (12/12) ini untuk memperoleh keseimbangan baru di parlemen yang bisa membentuk pemerintahan.
Pemilu dini ini melibatkan sekitar 784.000 pemilih terdaftar di 13 distrik, untuk memilih 65 angota parlemen yang baru, yang diharap bisa membentuk pemerintahan yang stabil.
Berikut percakapan Ging Ginanjar dari BBC Indonesia dengan Jose Ramos Horta, di rumahnya yang asri di Dili.
Apa yang terjadi hingga akhirnya ditetapkan pemilu dini -yang merupakan yang pertama dalam sejarah Timor Leste?
Kami mengalami kebuntuan politik.
Tetapi kebuntuan politik itu dipertarungkan hanya di parlemen dan bukan di jalanan. Seluruh perdebatan berlangsung secara moderat, beradab.
Dan dalam kemustahilan menemukan untuk konsensus di antara berbagai pihak waktu itu, dalam rangka membentuk pemerintahan yang baru, Presiden Lú-Olo harus mememutuskan apa yang harus diputuskan.
Dan akhirnya ia menetapkan diselenggarakannya pemilu dini. Dan semua pihak menerimanya.
Jadi tidak ada keberatan dari siapa pun?
Awalnya, kalangan oposisi, khususnya CNRT ingin agar presiden menunjuk saja pemerintahan yang dipimpin CNRT, namun presiden menolak, dan sepatutnya demikian. Dan ya semua pihak menerima.
Saya sangat senang. Karena hal ini merupakan pencapaian tingkat lanjut dari demokrasi kami. Bahwa segala sengketa, segala perbedaan diperjuangkan di dalam parlemen, di dalam kerangka konstitusional.
Jadi kami melangsungkan pemilu. Kita lihat apa yang diputuskan rakyat.
Bagaimana prospek perolehan suara di pemilu dini ini?
Sejauh ini berbagai indikasi menunjukkan bahwa koalisi pemerintah sekarang, Fretilin-Partai Demokrat akan mendapat peningkatan kursi di parlemen. Saya melihat sendiri di berbagai pelosok negeri, gelombang simpati terhadap Fretilin dan PD.
Tetapi demokrasi adalah demokrasi. Ketika pemilu sepenuhnya transparan, fair, dan bebas dari korupsi dan kolusi, segalanya sangat tidak bisa diduga. Jadi siapa tahu: bisa saja juga koalisi pimpinan CNRT yang menang.
Fretilin begitu penting dalam sejarah Timor Leste, namun mengapa tak pernah mencapai 30 persen suara dalam setiap Pemilu Timor Leste?
Fretilin masih tetap partai nomor satu. Kita ingat, pada pemilu 2007, ketika Xanana Gusmao, dengan segala kharismanya dipandang akan memenangkan pemilu secara telak, namun dia ternyata kalah.
Pada 2007 itu untuk pertama kalinya Xanana dengan partainya CNRT mencoba menantang Fretilin di kotak suara, dan dia kalah.
Ketika itu saya menjabat sebagai Presiden Timor Leste. Saya perlu waktu sampai sebulan untuk berunding dalam menemukan landasan bagi terbentuknya pemerintahan yang baru.
Akhirnya, sebagai presiden Timor Leste, saya mengundang Pak Xanana untuk membentuk pemerintahan karena saat itu dia berhasil mengajak empat atau lima partai lain untuk membentuk koalisi pemerintahan -namun tak ada dari partai-partai itu yang mengalahkan Fretilin.
Namun di Pemilu berikutnya Xanana dan CNRT menang…
Ya, baru pada tahun 2012, CNRT memenangkan mayoritas. Namun tetap saja, Pak Xanana Gusmao, pemimpin yang kharismatik, yang telah menjalankan pemerintahan sejak lima tahun sebelumnya, yang artinya seluruh sumber daya ada di tangannya, dia tetap tak berhasil memperoleh mayoritas mutlak. Dia tetap harus mengajak tiga atau empat partai lain agar bisa mendapatkan mayoritas di parlemen.
Kali ini, tahun lalu, setelah 10 tahun Pak Xanana Gusmao memerintah, dengan jutaan dolar programnya, ia tetap kalah.
Dan ini positif, dalam arti, para pemilih kami sangat politis, sangat berwawasan. Mereka tidak terbuai secara mudah oleh kharisma. Mereka tak gampang diyakinkan oleh janji-janji gampangan. Mereka melihat sendiri semuanya dalam kehidupan sehari-hari, mereka evaluasi, dan mereka menilai para pemimpin poilitik, dan mereka memilih di kotak suara.
Dan itu sebabnya CNRT kalah tahun 2017, dan ini merupakan guncangan besar bagi Pak Xanana, karena dia memperkirakan akan memperoleh setidaknya 46 kursi. Itu yang dia katakan sendiri. Dia mengatakan hal itu kepada para delegasi pemantau asing waktu itu. Namun ternyata meleset.
Dia kemudian menyepi selama sepekan, memutus kontak dengan siapa pun. Setelah itu ia menyatakan menerima hasil pemilu.
Jadi Fretilin tetap merupakan partai terkuat. Mereka menang dalam pemilu 2017 secara tipis -hanya unggul satu kursi di parlemen dari koalisi pimpinan CNRT. Dan kita lihat ujian baru bagi mereka dalam pemilu 12 Mei ini.
Anda sendiri, bukan lagi bagian dari Fretilin?
Tidak. saya sudah bukan anggota Fretilin. Saya ikut mendirikan Fretilin tapi keluar tahun 1987 -tak berbeda jauh waktunya dengan keluarnya Xanana. Namun saya tak mendirikan partai lagi. Saya sekarang bukan anggota partai. Dulu saya keluar dari Fretilin agar bisa bekerja bersama semua pihak, tanpa faksionalisme, dan sektarianisme, dll.
Namun Anda mendukung Fretilin sekarang?
Saya tak punya partai politik. Tetapi sekarang, setelah lima tahun tidak terlibat dalam politik setelah menyelesaikan jabatan presiden, saya memutuskan tahun 2017, bahwa saya harus mendukung Marie Alkatiri.
Saya mendukung Pak (PM demisioner) Marie Alkatiri, karena saya percaya padanya. Saya percaya pula pada Partai Fretilin yang saya kenal betul, saya ikut mendirikannya tahun 1974. Fretilin sudah melintasi gurun selama 10 tahun ini (sebagai oposisi), menjadi dewasa, belajar banyak.
Salah satu contoh kepemimpinan Alkatiri adalah pembangunan di kawasan Oeccussi. Bagaimana dalam empat tahun, di bawah kepemimpinan Alkatiri, kawasan berpenduduk 75 ribu orang itu, dari nol besar dia mentransformasikan kawasan itu. Anda bisa membandingkan kualitas infrastruktur di sana dengan kawasan Timor Leste lain. Itu sebabnya saya percaya pada Alkatiri: Ia seorang pejabat publik yang bagus.
Anda, PM Alkatiri, Xanana Gusmao adalah tiga dari lima pendiri Timor Leste. Bagaimana memandang negeri ini ke depan, melihat kerumitan politik yang terus muncul?
Itu dia: alasan utama saya kembali ke politik Timor Leste tahun 2017 lalu, setelah lima tahun berhenti, adalah proyeksi ke depan.
Bahwa tahun 2017 hingga 2022 nanti (periode pemerintahan yang seharusnya terbentuk lewat pemilu 2017 lalu yang mengalami kebuntuan), menurut saya adalah tahun-tahun akhir kehidupan politik aktif generasi kami di panggung utama. Pak Xanana Gusmao sedikit lebih tua dari saya, sementara Marie Alkatiri seumur saya, namun kami semua berasal dari suatu generasi politik yang sama.
Nah, pada tahun 2022 nanti itu sepatutnya kami meninggalkan sepenuhnya panggung utama politik.
Itu berarti, dalam lima tahun mendatang kami harus memperbaiki pemerintahan, kami harus memberantas korupsi, menghentikan pemborosan anggaran, kami harus memperkuat sistem peradilan, dan harus memodernisasi dan memprofesionalkan sepenuhnya pasukan keamanan dan pengamanan kami. Kedua institusi ini, pengamanan dan keamanan (militer dan kepolisian), nantinya harus tergolong pada yang terbaik di dunia.
Jadi saya katakan, sekarang kami punya lima tahun lagi (sejak 2017). Dan pada tahun 2022 nanti, ketika kami harus meninggalkan gelanggang, kami harus mempersembahkan, harus menyerah-terimakan kepada generasi baru, suatu negara yang sepenuhnya damai, dengan tata pemerintahan yang merupakan salah satu yang terbaik di dunia, dengan ekonomi yang berkembang maju.(BBC)