Dokumen Intel AS: Australia Ingin Timor Leste Tetap Jadi Bagian NKRI
TIMOROMAN.COM-Dokumen intelijen Amerika Serikat yang baru saja dideklasifikasi mengungkap sejumlah fakta terkait kerusuhan pasca referendum Timor Leste tahun 1999. Seorang pengamat menyebut Australia tadinya justru ingin provinsi ke-27 Indonesia itu tetap jadi bagian NKRI.
Dokumen ini mengklaim bahwa AS, bukan Australia, yang memaksa Indonesia untuk menerima pasukan penjaga perdamaian untuk Timor Leste (Interfet) setelah 78,5 persen rakyat di sana memilih opsi merdeka.
Dokumen tersebut juga mengindikasikan bahwa Australia sama sekali tidak mendukung atau merencanakan misi penjaga perdamaian sampai menit-menit terakhir. Yaitu setelah AS berhasil memaksa Indonesia.
Deklasifikasi dokumen dilakukan pekan ini oleh Arsip Keamanan Nasional AS, menjelang peringatan 20 tahun referendum kemerdekaan Timor Leste pada hari Jumat (30/8/2019).
Dengan terbukanya dokumen tersebut, narasi Pemerintah Australia bahwa pihaknya “berjasa besar” dalam kemerdekaan Timor Leste, kini jadi dipertanyakan keabsahannya.
Bertahun-tahun setelah referendum, PM John Howard selalu menyatakan “pembebasan” Timor Leste adalah salah satu pencapaian paling membanggakan sebagai perdana menteri, di samping larangan kepemilikan senjata di Australia.
Faktanya, menurut dokumen ini, justru AS-lah yang berhasil menekan Indonesia untuk “mundur dari jurang bencana” dan membiarkan pasukan penjaga perdamaian multinasional masuk ke negara itu, ketika milisi prointegrasi terus melakukan kerusuhan.
Dokumen intelijen AS ini memberikan konteks baru terhadap kabel diplomatik Australia dari akhir tahun 1999. Kabel diplomatik itu mengklaim Australia secara konsisten melobi pembentukan Interfet.
Salah satu laporan CIA dalam dokumen yang baru dirilis menyebutkan, militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi.
“Upaya Jakarta mengendalikan situasi keamanan di Timor Timur hanya berdampak kecil karena elemen militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi,” tulis laporan berjudul Tinjauan Terorisme CIA.
“Banyak laporan menyebutkan elemen militer Indonesia membantu atau bekerja dengan milisi pro-integrasi. Militer Indonesia pada 6 September (1999) secara terbuka bekerjasama dengan milisi memaksa ralyat meninggalkan Timor Timur.”
Alexander Downer membantah
Laporan CIA ini bertentangan dengan komentar yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Australia saat itu Alexander Downer, yang di tahun 1999 menepis adanya peran TNI dalam milisi pro-integrasi. Dia menyebut hanya “oknum jahat” dari TNI yang terlibat kerusuhan tersebut.
Dokumen intelijen AS ini memberikan konteks baru terhadap kabel diplomatik Australia dari akhir tahun 1999. Kabel diplomatik itu mengklaim Australia secara konsisten melobi pembentukan Interfet.
Salah satu laporan CIA dalam dokumen yang baru dirilis menyebutkan, militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi.
“Upaya Jakarta mengendalikan situasi keamanan di Timor Timur hanya berdampak kecil karena elemen militer Indonesia mendukung milisi pro-integrasi,” tulis laporan berjudul Tinjauan Terorisme CIA.
“Banyak laporan menyebutkan elemen militer Indonesia membantu atau bekerja dengan milisi pro-integrasi. Militer Indonesia pada 6 September (1999) secara terbuka bekerjasama dengan milisi memaksa rakyat meninggalkan Timor Timur.”
Alexander Downer membantah
Laporan CIA ini bertentangan dengan komentar yang dilontarkan Menteri Luar Negeri Australia saat itu Alexander Downer, yang di tahun 1999 menepis adanya peran TNI dalam milisi pro-integrasi. Dia menyebut hanya “oknum jahat” dari TNI yang terlibat kerusuhan tersebut.
Kepada ABC, Downer menolak klaim bahwa AS yang berhasil menekan Indonesia menerima Interfet, bukan Australia, seperti diindikasikan dalama dokumen rahasia tersebut.
“Saya tidak punya waktu membaca semua dokumen itu, tapi anggapanmu keliru,” katanya.
“Ada catatan panjang tentang komentar Australia atas peristiwa ini. Kami tidak pernah menentang pasukan penjaga perdamaian dan Anda tampaknya tidak menyadari upaya besar yang kami lakukan pada tahun 1999 untuk menghentikasn di Timor Timur – termasuk pertemuan puncak di Bali dengan Presiden Habibie,” ujar Downer kepada ABC.
“Pernyataan Anda itu sangat keliru,” tambahnya.
“Dan untuk Amerika, mungkin Anda tidak tahu kesulitan yang kami alami agar Clinton dan Berger ikut membantu setiap saat.”
Dalam wawancara dengan Radio ABC pada Februari 1999, Downer menyatakan Pemerintah Australia tidak dapat mengkonfirmasi keterlibatan militer Indonesia mempersenjatai milisi di Timor Leste.
“Militer Indonesia menyangkal hal ini,” kata Downer saat itu. “Jelas sangat sulit bagi kita untuk memverifikasinya.”
Pada konferensi pers akhir bulan itu, dia mengaklu mendapat jaminan dari Menlu Ali Alatas bahwa Indonesia tidak mendukung milisi.
“Dia menjelaskan kepada saya bahwa mereka tidak memberikan senjata kepada pro-integrasi. Apa yang mereka lakukan yaitu sama dengan yang mereka lakukan di provinsi lainnya.”
“Yaitu, adanya warga sipil yang membantu dalam tugas-tugas kepolisian di daerah tersebut.”(ABC)